Penerapan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menghadirkan paradigma baru dalam tata kelola pengadaan di lingkungan instansi pemerintah. Salah satu aspek penting yang diatur dalam peraturan ini adalah pelaksanaan swakelola, khususnya tipe 2, yang menekankan kolaborasi antar instansi pemerintah.
Dalam konteks ini, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki peran krusial sebagai ujung tombak dalam memastikan implementasi swakelola berjalan sesuai prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi. Artikel ini membahas secara mendalam tentang bagaimana peran PPK dan KPA dioptimalkan dalam implementasi swakelola berdasarkan Perpres 46/2025, termasuk tantangan, strategi pelaksanaan, dan contoh praktik terbaik.
Sebagai referensi mendalam, Anda dapat mempelajari lebih lanjut melalui artikel Bimtek Penerapan Swakelola Tipe 2 Sesuai Perpres 46/2025 Dalam Meningkatkan Efisiensi Pengadaan Antar Instansi Pemerintah
Konsep Dasar Swakelola Berdasarkan Perpres 46/2025
Swakelola merupakan metode pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh instansi pemerintah sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain, tanpa melalui penyedia barang/jasa eksternal. Dalam Perpres 46/2025, swakelola dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
Tipe Swakelola | Pelaksana Utama | Keterangan Singkat |
---|---|---|
Tipe 1 | Instansi Pemerintah | Dikerjakan oleh instansi pengguna anggaran. |
Tipe 2 | Instansi Pemerintah Lain | Dikerjakan oleh instansi pemerintah lain yang memiliki kompetensi teknis. |
Tipe 3 | Organisasi Masyarakat | Melibatkan organisasi kemasyarakatan atau kelompok masyarakat. |
Tipe 4 | Perguruan Tinggi atau Lembaga Non-Pemerintah | Dapat melibatkan lembaga pendidikan atau organisasi profesional. |
Dari keempat tipe tersebut, Swakelola Tipe 2 menjadi fokus utama dalam pelaksanaan lintas instansi karena dianggap paling efektif dalam memanfaatkan sumber daya pemerintah secara kolektif dan mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga.
Peran Strategis PPK dalam Swakelola
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pengadaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. Dalam konteks swakelola, tanggung jawab PPK semakin kompleks karena mencakup koordinasi lintas instansi serta pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.
Tugas Utama PPK
Beberapa tugas utama PPK dalam implementasi swakelola antara lain:
Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan kebutuhan anggaran berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pengguna.
Menetapkan tim pelaksana swakelola, baik dari internal maupun lintas instansi.
Melakukan evaluasi terhadap kompetensi pelaksana untuk memastikan kesiapan teknis dan administratif.
Menyusun dokumen perjanjian kerja sama antar instansi yang sesuai dengan ketentuan hukum.
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan dan memastikan output sesuai target waktu dan kualitas.
Selain itu, PPK juga berperan sebagai penghubung antara pelaksana teknis dan KPA dalam menyampaikan laporan kemajuan serta kendala di lapangan.
Peran KPA dalam Pengawasan dan Akuntabilitas
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memegang peran penting dalam aspek pengawasan, pengendalian anggaran, serta memastikan seluruh pelaksanaan swakelola berjalan sesuai peraturan.
Fungsi KPA dalam Swakelola
Memberikan persetujuan rencana pelaksanaan swakelola yang diajukan oleh PPK.
Melakukan monitoring terhadap penggunaan anggaran dan memastikan tidak terjadi penyimpangan.
Menyetujui laporan pertanggungjawaban kegiatan, baik dari sisi fisik maupun keuangan.
Melakukan evaluasi akhir terhadap capaian kinerja kegiatan yang dilaksanakan melalui swakelola.
KPA juga berfungsi memastikan bahwa kegiatan swakelola memberikan nilai manfaat yang maksimal bagi instansi, bukan sekadar efisiensi biaya tetapi juga peningkatan kapasitas kelembagaan.
Mekanisme Koordinasi antara PPK dan KPA
Efektivitas implementasi swakelola sangat bergantung pada koordinasi yang solid antara PPK dan KPA. Dalam banyak kasus, tantangan muncul akibat kurangnya pemahaman terhadap batas kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Berikut langkah-langkah koordinasi yang direkomendasikan:
Rapat koordinasi awal untuk menetapkan rencana kegiatan, jadwal, dan peran masing-masing pihak.
Penetapan tim pelaksana lintas instansi, termasuk unit pengawasan internal.
Pelaporan rutin kemajuan kegiatan, baik teknis maupun keuangan.
Evaluasi berkala dan tindak lanjut rekomendasi audit internal.
Koordinasi ini diatur secara formal dalam dokumen kerja sama antar instansi dan dituangkan dalam perjanjian pelaksanaan swakelola yang disahkan oleh KPA.
Tantangan Implementasi Swakelola Tipe 2
Dalam praktiknya, pelaksanaan swakelola lintas instansi menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:
Keterbatasan sumber daya manusia yang memahami tata kelola swakelola lintas instansi.
Kurangnya sinkronisasi jadwal kerja antara instansi pelaksana dan pengguna anggaran.
Perbedaan interpretasi regulasi, terutama dalam hal pertanggungjawaban keuangan.
Minimnya integrasi sistem informasi antar instansi pemerintah.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah menerbitkan berbagai pedoman teknis dan panduan implementasi yang dapat diakses melalui Situs Resmi LKPP.
Studi Kasus: Implementasi Swakelola Tipe 2 antara Kementerian dan Pemda
Sebagai contoh, sebuah kementerian teknis melaksanakan proyek peningkatan kapasitas daerah melalui kerja sama swakelola dengan pemerintah daerah. Dalam proyek tersebut, kementerian bertindak sebagai pelaksana teknis, sementara Pemda sebagai pengguna hasil kegiatan.
PPK dari kementerian bertanggung jawab dalam penyusunan rencana kerja, alokasi anggaran, serta pengawasan pelaksanaan kegiatan. Sedangkan KPA Pemda berperan dalam memberikan data lapangan, mendukung fasilitas, dan melakukan evaluasi hasil kegiatan.
Hasilnya, kegiatan berjalan lebih efisien dibandingkan menggunakan penyedia eksternal karena:
Mengurangi biaya administrasi hingga 15%.
Meningkatkan kapasitas SDM lokal.
Mempercepat proses transfer pengetahuan dan teknologi antar instansi.
Strategi Efektif Peningkatan Efisiensi Swakelola
Agar pelaksanaan swakelola berjalan optimal, terdapat beberapa strategi yang perlu diterapkan oleh PPK dan KPA:
Peningkatan Kompetensi SDM melalui pelatihan dan Bimtek Swakelola Tipe 2 secara berkala.
Digitalisasi sistem pengadaan dengan pemanfaatan aplikasi e-pengadaan yang terintegrasi.
Penguatan mekanisme audit internal berbasis risiko untuk mencegah penyimpangan.
Kolaborasi lintas instansi yang berbasis pada hasil dan indikator kinerja utama (IKU).
Dengan menerapkan strategi tersebut, swakelola tidak hanya menjadi metode alternatif, tetapi juga menjadi instrumen utama untuk mewujudkan efisiensi dan kemandirian instansi pemerintah.
Tabel: Perbandingan Swakelola dan Pengadaan Melalui Penyedia
Aspek | Swakelola | Pengadaan Melalui Penyedia |
---|---|---|
Pelaksana | Instansi pemerintah | Pihak ketiga/penyedia |
Biaya Administrasi | Relatif lebih rendah | Lebih tinggi |
Fleksibilitas Kegiatan | Tinggi | Terbatas pada kontrak |
Transfer Pengetahuan | Langsung antar instansi | Tidak selalu terjadi |
Risiko Penyimpangan | Lebih mudah diawasi | Lebih tinggi pada tahap pelaksanaan |

Peran PPK dan KPA dalam implementasi swakelola berdasarkan Perpres 46/2025 sangat penting untuk memastikan efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi pengadaan barang/jasa.
FAQ
1. Apa perbedaan utama antara peran PPK dan KPA dalam swakelola?
PPK berfokus pada pelaksanaan teknis kegiatan, sementara KPA berperan dalam pengawasan dan pengendalian anggaran serta akuntabilitas pelaporan.
2. Bagaimana cara memastikan transparansi dalam swakelola lintas instansi?
Dengan menerapkan sistem pelaporan digital, audit internal berbasis risiko, dan publikasi hasil kegiatan di situs resmi instansi pemerintah.
3. Apakah Swakelola Tipe 2 wajib diterapkan oleh seluruh instansi pemerintah?
Tidak wajib, namun sangat direkomendasikan untuk kegiatan yang melibatkan kolaborasi antar instansi dan memiliki nilai strategis nasional.
4. Siapa yang bertanggung jawab atas hasil kegiatan swakelola?
PPK sebagai pelaksana bertanggung jawab secara teknis, sedangkan KPA bertanggung jawab atas penggunaan anggaran dan hasil akhir kegiatan.
Penutup
Penerapan Swakelola berdasarkan Perpres 46/2025 membuka peluang besar bagi pemerintah untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kolaborasi antar instansi. Peran PPK dan KPA menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan ini melalui penguatan koordinasi, pengawasan berbasis risiko, dan optimalisasi sumber daya internal.
Pelajari lebih lanjut tentang praktik terbaik dan strategi implementasi melalui Bimtek Penerapan Swakelola Tipe 2 Sesuai Perpres 46/2025 Dalam Meningkatkan Efisiensi Pengadaan Antar Instansi Pemerintah agar setiap pelaksanaan kegiatan pemerintah semakin profesional dan akuntabel.